REALITAS
BBM
Kebijakan
kenaikan BBM bersubsidi selalu saja membuat resah masyarakat, memaksa
masyarakat masuk kedalam jurang politik transaksional. Jika mencermati Pasal 32
ayat (1) UU No 19 Tahun 2012 tentang APBN Tahun 2013, pemerintah dengan persetujuan
DPR diberikan otoritas untuk melakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2013.
Salah satunya jika terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan
asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2013.
Konon
katanya faktor utama yang mendorong pemerintah menggunakan ketentuan Pasal 32
ayat (1) UU APBN tersebut adalah masalah asumsi harga minyak Indonesia yang
semula direncanakan 100 dollar AS per barel telah bergerak menjadi 111 dollar
AS atau naik 11%. Kemudian, kurs dolar dari Rp 9.300 menjadi Rp 9.600. Fakta
itulah yang menurut pemerintah mendesak untuk mengajukan RAPBN-P. Pemerintah merasa
bahwa dengan menyusun RAPBN-P itu diharapkan dapat menjaga agar defisit tetap
di bawah 3 persen.
Substansi
RAPBN 2013 tersebut antara lain adalah upaya pengurangan subsidi BBM untuk
menjaga laju defisit , juga memuat rencana pengurangan belanja kementerian dan
lembaga. Dengan terjadinya defisit anggaran jika tidak dilakukan pengurangan
subsidi BBM, defisit itu bisa menjadi Rp 353,6 triliun atau setara
dengan 3,83% dari PDB, jika harga BBM tidak dinaikkan maka defisit anggaran
menjadi 3,83%, dan ini akan membuat stabilitas makro terganggu, sehingga arus
modal keluar. yang tentunya hal itu bisa dianggap melanggar Undang-Undang oleh
karena itu, pihak pemerintah tidak ragu menaikkan harga BBM subsidi.
Namun
pemerintah juga telah menyiapkan program kompensasi menangani dampak kenaikan
harga BBM subsidi. Paket kompensasi ini termasuk bantuan langsung sementara
masyarakat (Balsem) Rp 150 ribu/bulan selama 4 bulan yang akan diberikan kepada
15,5 juta keluarga miskin. Pemerintah tinggal menunggu paket kompensasi ini
disahkan dalam RAPBN Perubahan (RAPBN-P) 2013 yang saat ini sedang dibahas oleh
sidang paripurna DPR. Kenaikan BBM harus ada kompensasinya dan program
kompensasi itu sudah pemerintah siapkan. Ada alokasi untuk penduduk miskin dan
Rp 6 triliun untuk infrastruktur dasar sehingga ada anggaran yang pro untuk
penduduk miskin ,menurut versi Pemerintah ini bisa menjadi solusi sementara
untuk mengurangi dampak sosial kebijakan pengurangan subsidi BBM tersebut. Pemerintah
Pada
kenyataanya perkembangan ekonomi tersebut telah menempatkan pemerintah dalam
posisi dilematis. Upaya mengurangi harga subsidi BBM sebenarnya merupakan
kebijakan yang sama sekali tidak memihak kepada rakyat jika mempertimbangkan
tekanan ekonomi politik yang telah dialami rakyat sepanjang setengah tahun 2013
ini. Rakyat saat ini masih terbebani dampak kenaikan harga listrik dan gas dan
menjelang lebaran dihadapkan pada membumbungnya harga-harga barang pokok.
Permainan
bahasa politik di ruang publik politis tersebut telah menjadikan bahasa sebagai
permainan capital hegemony, yaitu membawa rakyat ke dalam panggung kekuasaan.
Padahal pada kenyataanya rakyat telah menjadi korban dari kekerasan secara
halus, karena nasibnya tak pernah beranjak dijadikan sebagai objek politik
transaksional di antara dua pihak, yaitu pihak yang terletak di antara satu pemilu ke pemilu.
Pemilu yang dilakukan pun telah menjadikan mereka tak lebih adalah kumpulan angka
yang hanya layak dihitung jumlahnya,
namun jarang diperhitungkan nasibnya, lagi-lagi rakyat yang menjadi korbanya.
NAMA : ERI ANAS FATHONI
KAMPUS : UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” YOGYAKARTA
PRODI : ILMU KOMUNIKASI
NIM : 153110102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar